Eliminasi

1.1  Pengertian Eliminasi
Eliminasi adalah proses pembuangan sisia metabolisme tubuh baik berupa urine atau alvi (buang air besar). Kebutuhan eliminasi terdiri dari atas dua, yakni eliminasi urine (kebutuhan buang air kecil) dan eliminasi alvi (kebutuhan buang air besar).
1.2  Kebutuhan eliminasi urine
Organ yang berperan dalam Eliminasi Urine
a. Ginjal
Merupakan organ retropenitoneal (di belakang selaput perut) yang terdiri atas ginjal sebelah kanan dan kiri tulang punggung. Ginjal berperan sebagi pengatur komposisi dan volume cairan dalam tubuh.
b. Kandung kemih (bladder, buli-buli)
Merupakan sebuah kantung yang terdiri atas otot halus yang berfungsi sebagai penampung air seni (urine).
c. Uretra
Merupakan organ yang berfungsi untuk menyalurkan urine ke bagian luar.
2.3  Proses Berkemih
Urine normal adalah pengeluaran cairan yang prosesnya tergantung pada fungsi organ-organ eliminasi urine seperti ginjal, ureter, bladder dan uretra.
Berkemih merupakan proses pengosongan vesika urinaria (kandung kemih). Vesika urinaria dapat menimbulkan rangsangan s`raf bila urinaria berisi ± 250-450 cc (pada orang dewasa) dan 200-250 cc (pada anak-anak). Ginjal memindahkan air dari darah berbentuk urine. Ureter mengalirkan urine ke bladder. Dalam bladder urine ditampung sampai mencapai batas tertentu. Kemudian dikeluarkan melalui uretra.
Komposisi urine :
a. Air (96%)
b. Larutan (4%)
Larutan Organik: Urea, ammonia, keratin, dan asam urat
Larutan Anorganik: Natrium (sodium), klorida, kalium (potasium), sufat, magnesium, fosfor. Natrium klorida merupakan garam anorganik yang paling banyak.
2.4  Faktor yang Memengaruhi Eliminasi Urine
a.             Diet dan asupan
Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang mem
pengaruhi output urine (jumlah urine). Protein dan natrium dapat menentukan jumlah urine yang dibentuk. selain itu, minum kopi juga dapat meningkatkan pembentukan urine.
b.            Respon keinginan awal untuk berkemih
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal u
ntuk berkemih dapat menyebabkan urin banyak tertahan di vesika urinaria, sehingga memengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah pengeluaran urine.
c.             Gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi. Hal ini terkait dengan tersedianya fasilitas toilet.
d.            Stres psikologis
Meningkatkan stres dapat meningkatkan frekuensi keinginan berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkemih dan jumlah urine yang diproduksi.
e.             Tingkat aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinearia yang baik untuk fungsi sphincter. Kemampuan tonus otot di dapatkan dengan beraktivitas. Hilangnya tonus otot vesika urinearia
juga dapat menyebabkan.
f.             Tingkat perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga dapat memengaruhi pola berkemih. Hal tersebut dapat ditemukan pada anak, yang lebih mengalami mengalami kesulitan untuk mengontrol buang air kecil. Namun kemampuan dalam mengontrol buang air kecil meningkat dengan bertambahnya usia
.
g.            Kondisi penyakit
Kondisi penyakit dapat memengaruhi produksi urine, seperti diabetes mellitus.
h.            Sosiokultural
Budaya dapat memegaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine, seperti adanya kultur pada pada masyarakat tertentu yang melarang untuk buang air kecil di tempat tertentu.
i.              Kebiasaan seseorang
Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemh di toilet, biasanya mengalami kesulitan untuk berkemih dengan melalui urineal/pot urine bila dalam keadaan sakit.
j.              Tonus otot
Tonus otot yang berperan penting dlam membantu proses berkemih adalah otot kandung kemih, otot abdomen, dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam kontraksi sebagai pengontrolan pengeluaran urine
.
k.            Pembedahan
Pembedahan berefek menurunkan filtrasi glomerulus sebagai dampak dari pemberian obat anestesi sehingga menyebabkan penurunan jumlah produksi urine.
l.              Pengobatan
Pemberian tindakan pengobatan dapat berdampak pada terjadinya peningkatan atau penurunan proses perkemihan.
m.          Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik ini juga dapat memengaruhi kebutuhan eliminasi urine, khususnya prosedur-prosedur yang berhubungan dengan tindakan pemeriksaan saluran kemih seperti intra venus pyelogram (IVP).
2.5  Gangguan/Masalah-masalah eliminasi urine
a.          Retensi
Adanya penumpukan urine didalam kandung kemih dan ketidak sanggupan kandung kemih untuk mengosongkan diri. Menyebabkan distensi kandung kemih. Normal urine berada di kandung kemih 250 – 450 ml. Dalam keadaan distensi, kandung kemih dapat menampung urine sebanyak 3000 – 4000 ml urine.
Tanda-tanda klinis retensi
·         Ketidaknyamanan daerah pubis.
·         Distensi kandung kemih
·         Ketidak sanggupan unutk berkemih.
·         Sering berkeih dalam kandung kemih yang sedikit (25 – 50 ml)
·         Ketidak seimbangan jumlah urine yang dikelurakan dengan intakenya.
·         Meningkatnya keresahan dan keinginan berkemih.

Penyebab
·         Operasi pada daerah abdomen bawah, pelviks, kandung kemih, urethra.
·         Pembesaran kelenjar prostat
·         Strukture urethra.
·         Trauma sumsum tulang belakang.
b.      Inkontinensi urine
Ketidaksanggupan sementara atau permanen otot sfingter eksterna untuk mengontrol keluarnya urine dari kandung kemih. Jika kandung kemih dikosongkan secara total selama inkontinensi inkontinensi komplit. Jika kandung kemih tidak secara total dikosongkan selama inkontinensia inkontinensi sebagian
Penyebab Inkontinensi
·           Proses ketuaan
·           Pembesaran kelenjar prostat
·           Spasme kandung kemih
·           Menurunnya kesadaran
·           Menggunakan obat narkotik sedative
Jenis inkontinensi yang dapat dibedakan :
·            Total inkontinensi
Adalah kelanjutan dan tidak dapat diprediksikan keluarnya urine. Penyebabnya biasanya adalah injury sfinter eksternal pada laki-laki, injury otot perinela atau adanya fistula antara kandung kemih dan vagina pada wanita dan kongenital atau kelainan neurologis.
·            Stress inkontinensi
Ketidaksanggupan mengontrol keluarnya urine pada waktu tekanan abdomen meningkat contohnya batuk, tertawa karena ketidaksanggupan sfingter eksternal menutup.
·            Urge inkontinensi
Terjadi pada waktu kebutuhan berkemih yang baik, tetapi tidak dapat ketoilet tepat pada waktunya. Disebabkan infeksi saluran kemih bagian bawah atau spasme kandung kemih.
·            Fungisonal inkontinensi
Adalah involunter yang tidak dapat diprediksi keluarnya urine. Biasa didefinisikan sebagai inkontinensi persists karena secara fisik dan mental mengalami gangguan atau beberapa faktor lingkungan dalam persiapan untuk buang air kecil di kamar mandi.
·            Refleks inkontinensi
Adalah involunter keluarnya urine yang diprediksi intervalnya ketika ada reaksi volume kandung kemih penuh. Klien tidak dapat merasakan pengosongan kandung kemihnya penuh.
c.    Enuresis
·         Sering terjadi pada anak-anak
·         Umumnya terjadi pada malam hari nocturnal enuresis
·         Dapat terjadi satu kali atau lebih dalam semalam.
Penyebab Enuresis
·         Kapasitas kandung kemih lebih besar dari normalnya.
·         Anak-anak yang tidurnya bersuara dan tanda-tanda dari indikasi dari keinginan berkemih tidak diketahui, yang mengakibatkan terlambatnya bagun tidur untuk kekamar mandi.
·         Kandung kemih irritable dan seterusnya tidak dapat menampung urine dalam jumlah besar.
·         Suasana emosional yang tidak menyenangkan di rumah (misalnya persaingan dengan saudara kandung, cekcok dengan orang tua). Orang tua yang mempunyai pendapat bahwa anaknya akan mengatasi kebiasaannya tanpa dibantu untuk mendidiknya.
·         Infeksi saluran kemih atau perubahan fisik atau neurologi sistem perkemihan.
·         Makanan yang banyak mengandung garam dan mineral atau makanan pemedas
·         Anak yang takut jalan pada gang gelap untuk kekamar mandi.
Perubahan pola eliminasi urine
·         Frekuensi
Normal, meningkatnya frekuensi berkemih, karena meningkatnya cairan. Frekuensi tinggi tanpa suatu tekanan intake cairan dapat diakibatkan karena cystitis. Frekuensi tinggi pada orang stress dan orang hamil. Canture / nokturia meningkatnya frekuensi berkemih pada malal hari, tetapi ini tidak akibat meningkatnya intake cairan
·         Urgency
Adalah perasaan seseorang untuk berkemih. Sering seseorang tergesa-gesa ke toilet takut mengalami inkontinensi jika tidak berkemih. Pada umumnya anak kecil masih buruk kemampuan mengontrol sfingter eksternal.
·         Dysuria
Adanya rasa sakit atau kesulitan dalam berkemih. Dapat terjadi karena : striktura urethra, infeksi perkemihan, trauma pada kandung kemih dan urethra.
·         Polyuria
Produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal, seperti 2.500 ml/hari, tanpa adanya peningkatan intake cairan. Dapat terjadi karena : DM, defisiensi ADH, penyakit ginjal kronik. Tanda-tanda lain adalah : polydipsi, dehidrasi dan hilangnya berat badan.
·         Urinari suppresi
Adalah berhenti mendadak produksi urine. Secara normnal urine diproduksi oleh ginjal secara terus menerus pada kecepatan 60 – 120 ml/jam (720 – 1440 ml/hari) dewasa. Keadaan dimana ginjal tidak memproduksi urine kurang dari 100 ml/hari disanuria. Produksi urine abnormal dalam jumlah sedikit oleh ginjal disebut oliguria misalnya 100 – 500 ml/hari. Penyebab anuria dan oliguria : penyakit ginjal, kegagalan jantung, luka bakar dan shock.
2.6   Tindakan Mengatasi Masalah Eliminasi Urine
a. Pengumpulan Urine untuk Bahan Pemeriksaan
Cara pengambilan urine antara lain:
·         Pengambilan urine byasa
Merupakan pengambilan urine dengan mengeluarkan urine secara byasa, yaitu buang air kecil. Byasanya digunakan untuk pemeriksaan kadar gula dalam urine, pemeriksaan kehamilan. Dll.
·         Pengambilan urine steril
Merupakan pengambilan urine dengan menggunakan alat steril. Dilakukan dengan katerisasiatau fungsi supra pubis yang bertujuan mengetahui adanya infeksi pada uretra, ginjal, atau saluran kemih lainnya.
·         Pengambilanurine selama 24 jam
Merupakan pengambilan urine yang di kumpulkan dalam waktu 24 jam. Bertujuan untuk mengetahui jumlah urine selama 24 jamdan mengukur berat jenis, asupan dan output, serta mengetahui fungsi ginjal.
Persiapan alat dan bahan
1.      Botol penampung beserta penutup
2.      Etiket khusus
Prosedur kerja ( untuk pasien mampu buang air kecil sendiri )
1.      Cuci tangan
2.      Memberitahu tindakan yang akan di lakukan pada pasien
3.      Untuk pasien yang tidak mampu buang air kecil sendiri, maka bantu untuk buang air kecil kemudian tamping dalam botol.
4.      Bagi pasien yang mampu untuk buang air kecil sendiri, maka anjurkan pasien untuk buang air kecil dan birkan urine yang pertama keluar dahulu, kemudian anjurkan menampung urine kedalam botol.
5.      Catat nama pasien, dan tanggal pengambilan bahan pemeriksaan.
6.      Cuci tangan
b.  Menolong Buang Air Kecil dengan Menggunakan Urineal
Hal ini dilakukan untuk menampung urine dan mengetahui kelainan dari urine ( warna dan jumlah )
Persiapan alat dan bahan
1.   Urineal
2.   Pengalas
3.   Tisu
Prosedur kerja:
1.   Cuci tangan
2.   Memberitahu tindakan yang akan dilakukan pada pasien
3.   Pasang pengalas pada glutea
4.   Lepas pakaian bawah pasien
5.   Pasang urineal di bawah glutea/ pinggul atau di antara kedua paha.
6.   Anjurkan pasien untuk berkemih
7.   Merapikan alat
8.   Cuci tangan
9.   Menmdokumentasikan tindakan yang dilakukan. Catat warna, dan jumlah produksi urine.

c. Melakukan kateterisasi
Katerisasi merupakan tindakan memasukkan kateter kedalam kandung kemih melalui uretra untuk membantu memenuhi kebutuhan eliminasi, sebagai pengambilan bahan pemeriksaan. Dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 2 type yaitu intermittent dan indwelling
Indikasi
Tipe Intermitent
1.   Tidak mampu berkemih 8-12 jam setelah operasi
2.   Retensi akut setelah trauma uretra
3.   Tidak mampu berrkemih akibat obat sedative atau analgesic
4.   Cedera tulang belakang
5.   Degenerasi neoromuskular secara progresif
6.   Untuk mengeluarkan urine residual
Tipe Indwelling
1.   Obstruksi aliran urine
2.   Post op uretra dan struktur disekitarnya
3.   Obstruksi uretra
4.   Inkontinensia dan disorientasi berat
Persiapan alat dan bahan
1.   Sarung tangan steril
2.   Kateter steril
3.   Duk steril
4.   Minyak pelumas/jelly
5.   Larutan pembersih antiseptic ( kapas sublimat )
6.   Spuit yang berisi cairan
7.   Perlak dan alasnya
8.   Pinset anatomi
9.   Bengkok
10.  Urineal bag
11.  Sampiran
Prosedur Kerja
1.      Cuci tangan
2.      Memberitahu tindakan yang akan dilakukan pada pasien
3.      Atur ruangan
4.      Pasang perlak
5.      Gunakan sarung tangan steril
6.      Pasang duk steril
7.      Bersihkan vulva dengan kapas sublimat dari atas kebawah
8.      Buka labia mayora dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri. Bersihkan bagian dalam
9.      Kateter diberi minyak pelumas/jelli pada ujungnya, lalu asupan pelan-pelan sambil anjurkan untuk tarik napas.
10.  Setelah selesai, isi balon dengan cairan akuades dengan menggunakan spuit bila dipasang permanen
11.  Sambung kateter dengan urineal bag dan fiksasi kea rah samping
12.  Merapikan alat
13.  Cuci tangan
2.7     Kebutuhan eliminasi alvi ( Buang air besar )
Sistem tubuh berperan dalam proses eliminasi alvi (buang air besar) adalah sistem gastrointestinal bawah yang meliputi usus halus dan usus besar.
2.8 Proses Buang Air Besar (Defekasi)
adalah proses pengosongan usus yang sering disebut buang air besar. Terdapat dua pusat ang menguasai refleks untuk defekasi, yang terletak di medula dan sumsum tulang belakang. Secara umum, terdapat dua macam terdapat dua macam refleks yang membantu proses defekasi yaitu refleks defekasi intrinsic dan refleks defekasi parasimpatis.
2.9  Gangguan / Masalah Eliminasi Alvi
a.       Konstipasi
Konstipasi merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko tinggi mengalami statis usus besar sehingga mengalami eliminasi yang jarang atau keras, serta tinja yang keluar jadi terlalu kering dan keras.
b.      Diare
Diare merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko sering mengalami pengeluaran feses dalam bentuk cair. Diare sering disertai kejang usus, mungkin ada rasa mula dan muntah
c.       Inkontinesia usus
Inkontinesia usus merupakan keadaan individu yang mengalami perubahan kebiasaan dari proses defekasi normal, sehingga mengalami proses pengeluaran feses tidak disadari. Hal ini juga disebut sebagai inkontinensia alvi yang merupakan hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran feses dan gas melalui sphincter akibat kerusakan sphincter.
d.      Kembung
Kembung merupakan keadaan penuh udara dalam perut karena pengumpulan gas berlebihan dalam lambung atau usus
e.       Hemorroid
Hemorrhoid merupakan keadaan terjadinya pelebaran vena di daerah anus sebagai akibat peningkatan tekanan di daerah anus yang dapat disebabkan karena konstipasi, peregangan saat defekasi dan lain-lain
f.       Fecal Impaction
Fecal impaction merupakann massa feses karena dilipatan rektum yang diakibatkan oleh retensi dan akumulasi materi feses yang berkepanjangan. Penyebab fecal impaction adalah asupan kurang, aktivitas kurang, diet rendah serat, dan kelemahan tonus otot.
2.10 Faktor yang Memengaruhi Proses Defekasi
a. Usia
Setiap tahap perkembangan/usia memiliki kemampuan mengontrol proses defekasi yang berbeda.
b. Diet
Diet, pola atau jenis makanan yang dikonsumsi dapat memengaruhi proses defekasi. Makanan yang memiliki kandungan serat tinggi dapat membantu proses percepatan defekasi dan jumlah yang dikonsumsipun dapat memengaruhinya
.
c. Asupan cairan
Pemasukana cairan yang kurang dalam tubuh membuat defekasi menjadi keras. Oleh karena itu, proses absopsi air yang kurang menyebabkan kesulitan proses defekasi.
d. Aktivitas
Aktivitas dapat memengaruhi proses defekasi karena melalui aktivitas tonus otot abdomen, pelvis, dan diafragma dapat membantu kelancaran proses defekasi
e. Pengobatan
Pengobatan juga dapat memengaruhinya proses defekasi, seperti penggunaan laksantif, atau antasida yang terlalu sering.
f. Gaya hidup
Kebiasaan atau gaya hidup dapat memengaruhi proses defekasi. Hal ini dapat terlihat pada seseorang yang memiliki gaya hidup sehat/ kebiasaan melakukan buang air besar di tempat yang bersih atau toilet, etika seseorang tersebut buang air besar di tempat terbuka atau tempat kotor, maka akan mengalami kesulitan dalam proses defekasi.
h. Penyakit
Beberapa penyakit dapat memengaruhi proses defekasi, biasanya penyakit-penyakit tersebut berhubungan langsung dengan system pencernaan, seperti gastroenteristis atau penyakit infeksi lainnya
.
i. Nyeri
Adanya nyeri dapat memengaruhi kemampuan / keinginan untuk defekasi seperti nyeri pada kasus hemorrhoid atau episiotomi
j. Kerusakan sensoris dan motoris
Kerusakan pada system sensoris dan motoris dapat memengaruhi proses defekasi karena dapat menimbulkan proses penurunan stimulasi sensoris dalam melakukan defekasi.
2.11 Tindakan Mengatasi Masalah Eliminasi Alvi (Buang Air Besar)
a.  Menyiapkan feses untuk bahan pemeriksaan
b. Membantu pasien buang air besar dengan pispot
c. Memberikan huknah rendah
d. Memberikan huknah tinggi
e. Memberikan gliserin
f. Mengeluarkan feses dengan jari

0 komentar:

Posting Komentar