1.1 Pengertian Eliminasi
Eliminasi adalah proses pembuangan sisia metabolisme
tubuh baik berupa urine atau alvi (buang air besar). Kebutuhan eliminasi
terdiri dari atas dua, yakni eliminasi urine (kebutuhan buang air kecil) dan
eliminasi alvi (kebutuhan buang air besar).
1.2 Kebutuhan eliminasi urine
Organ yang berperan dalam Eliminasi Urine
a. Ginjal
a. Ginjal
Merupakan organ
retropenitoneal (di belakang selaput perut) yang terdiri atas ginjal sebelah
kanan dan kiri tulang punggung. Ginjal berperan sebagi pengatur komposisi dan
volume cairan dalam tubuh.
b. Kandung kemih (bladder, buli-buli)
Merupakan
sebuah kantung yang terdiri atas otot halus yang berfungsi sebagai penampung
air seni (urine).
c.
Uretra
Merupakan organ yang berfungsi untuk menyalurkan urine ke bagian luar.
Merupakan organ yang berfungsi untuk menyalurkan urine ke bagian luar.
2.3 Proses Berkemih
Urine normal adalah pengeluaran cairan yang prosesnya
tergantung pada fungsi organ-organ eliminasi urine seperti ginjal, ureter,
bladder dan uretra.
Berkemih merupakan proses pengosongan vesika urinaria (kandung kemih). Vesika urinaria dapat menimbulkan rangsangan s`raf bila urinaria berisi ± 250-450 cc (pada orang dewasa) dan 200-250 cc (pada anak-anak). Ginjal memindahkan air dari darah berbentuk urine. Ureter mengalirkan urine ke bladder. Dalam bladder urine ditampung sampai mencapai batas tertentu. Kemudian dikeluarkan melalui uretra.
Komposisi urine :
a. Air (96%)
b. Larutan (4%)
Larutan Organik: Urea, ammonia, keratin, dan asam urat
Larutan Anorganik: Natrium (sodium), klorida, kalium (potasium), sufat, magnesium, fosfor. Natrium klorida merupakan garam anorganik yang paling banyak.
Berkemih merupakan proses pengosongan vesika urinaria (kandung kemih). Vesika urinaria dapat menimbulkan rangsangan s`raf bila urinaria berisi ± 250-450 cc (pada orang dewasa) dan 200-250 cc (pada anak-anak). Ginjal memindahkan air dari darah berbentuk urine. Ureter mengalirkan urine ke bladder. Dalam bladder urine ditampung sampai mencapai batas tertentu. Kemudian dikeluarkan melalui uretra.
Komposisi urine :
a. Air (96%)
b. Larutan (4%)
Larutan Organik: Urea, ammonia, keratin, dan asam urat
Larutan Anorganik: Natrium (sodium), klorida, kalium (potasium), sufat, magnesium, fosfor. Natrium klorida merupakan garam anorganik yang paling banyak.
2.4 Faktor yang
Memengaruhi Eliminasi Urine
a.
Diet dan asupan
Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang mempengaruhi output urine (jumlah urine). Protein dan natrium dapat menentukan jumlah urine yang dibentuk. selain itu, minum kopi juga dapat meningkatkan pembentukan urine.
Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang mempengaruhi output urine (jumlah urine). Protein dan natrium dapat menentukan jumlah urine yang dibentuk. selain itu, minum kopi juga dapat meningkatkan pembentukan urine.
b.
Respon
keinginan awal untuk berkemih
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat menyebabkan urin banyak tertahan di vesika urinaria, sehingga memengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah pengeluaran urine.
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat menyebabkan urin banyak tertahan di vesika urinaria, sehingga memengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah pengeluaran urine.
c.
Gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi. Hal ini terkait dengan tersedianya fasilitas toilet.
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi. Hal ini terkait dengan tersedianya fasilitas toilet.
d.
Stres
psikologis
Meningkatkan stres dapat meningkatkan frekuensi keinginan berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkemih dan jumlah urine yang diproduksi.
Meningkatkan stres dapat meningkatkan frekuensi keinginan berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkemih dan jumlah urine yang diproduksi.
e.
Tingkat
aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinearia yang baik untuk fungsi sphincter. Kemampuan tonus otot di dapatkan dengan beraktivitas. Hilangnya tonus otot vesika urinearia juga dapat menyebabkan.
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinearia yang baik untuk fungsi sphincter. Kemampuan tonus otot di dapatkan dengan beraktivitas. Hilangnya tonus otot vesika urinearia juga dapat menyebabkan.
f.
Tingkat
perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga dapat memengaruhi pola berkemih. Hal tersebut dapat ditemukan pada anak, yang lebih mengalami mengalami kesulitan untuk mengontrol buang air kecil. Namun kemampuan dalam mengontrol buang air kecil meningkat dengan bertambahnya usia.
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga dapat memengaruhi pola berkemih. Hal tersebut dapat ditemukan pada anak, yang lebih mengalami mengalami kesulitan untuk mengontrol buang air kecil. Namun kemampuan dalam mengontrol buang air kecil meningkat dengan bertambahnya usia.
g.
Kondisi penyakit
Kondisi penyakit dapat memengaruhi produksi urine, seperti diabetes mellitus.
Kondisi penyakit dapat memengaruhi produksi urine, seperti diabetes mellitus.
h.
Sosiokultural
Budaya dapat memegaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine, seperti adanya kultur pada pada masyarakat tertentu yang melarang untuk buang air kecil di tempat tertentu.
Budaya dapat memegaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine, seperti adanya kultur pada pada masyarakat tertentu yang melarang untuk buang air kecil di tempat tertentu.
i.
Kebiasaan
seseorang
Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemh di toilet, biasanya mengalami kesulitan untuk berkemih dengan melalui urineal/pot urine bila dalam keadaan sakit.
Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemh di toilet, biasanya mengalami kesulitan untuk berkemih dengan melalui urineal/pot urine bila dalam keadaan sakit.
j.
Tonus otot
Tonus otot yang berperan penting dlam membantu proses berkemih adalah otot kandung kemih, otot abdomen, dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam kontraksi sebagai pengontrolan pengeluaran urine.
Tonus otot yang berperan penting dlam membantu proses berkemih adalah otot kandung kemih, otot abdomen, dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam kontraksi sebagai pengontrolan pengeluaran urine.
k.
Pembedahan
Pembedahan berefek menurunkan filtrasi glomerulus sebagai dampak dari pemberian obat anestesi sehingga menyebabkan penurunan jumlah produksi urine.
Pembedahan berefek menurunkan filtrasi glomerulus sebagai dampak dari pemberian obat anestesi sehingga menyebabkan penurunan jumlah produksi urine.
l.
Pengobatan
Pemberian tindakan pengobatan dapat berdampak pada terjadinya peningkatan atau penurunan proses perkemihan.
Pemberian tindakan pengobatan dapat berdampak pada terjadinya peningkatan atau penurunan proses perkemihan.
m.
Pemeriksaan
diagnostik
Pemeriksaan diagnostik ini juga dapat memengaruhi kebutuhan eliminasi urine, khususnya prosedur-prosedur yang berhubungan dengan tindakan pemeriksaan saluran kemih seperti intra venus pyelogram (IVP).
Pemeriksaan diagnostik ini juga dapat memengaruhi kebutuhan eliminasi urine, khususnya prosedur-prosedur yang berhubungan dengan tindakan pemeriksaan saluran kemih seperti intra venus pyelogram (IVP).
2.5 Gangguan/Masalah-masalah eliminasi
urine
a.
Retensi
Adanya penumpukan urine didalam kandung kemih
dan ketidak sanggupan kandung kemih untuk mengosongkan diri. Menyebabkan
distensi kandung kemih. Normal urine berada di kandung kemih 250 –
450 ml. Dalam
keadaan distensi, kandung kemih dapat menampung urine sebanyak 3000 – 4000 ml
urine.
Tanda-tanda klinis retensi
· Ketidaknyamanan
daerah pubis.
· Distensi
kandung kemih
·
Ketidak
sanggupan unutk berkemih.
· Sering
berkeih dalam kandung kemih yang sedikit (25 – 50 ml)
· Ketidak
seimbangan jumlah urine yang dikelurakan dengan intakenya.
· Meningkatnya
keresahan dan keinginan berkemih.
Penyebab
· Operasi
pada daerah abdomen bawah, pelviks, kandung kemih, urethra.
· Pembesaran
kelenjar prostat
· Strukture
urethra.
· Trauma
sumsum tulang belakang.
b.
Inkontinensi urine
Ketidaksanggupan
sementara atau permanen otot sfingter eksterna untuk mengontrol keluarnya urine
dari kandung kemih. Jika kandung kemih dikosongkan secara total selama
inkontinensi inkontinensi komplit. Jika kandung kemih tidak secara total
dikosongkan selama inkontinensia inkontinensi sebagian
Penyebab Inkontinensi
· Proses ketuaan
· Pembesaran kelenjar
prostat
· Spasme kandung kemih
· Menurunnya kesadaran
·
Menggunakan obat
narkotik sedative
Jenis inkontinensi yang dapat dibedakan :
·
Total inkontinensi
Adalah kelanjutan dan tidak dapat diprediksikan keluarnya urine. Penyebabnya biasanya adalah injury sfinter eksternal pada laki-laki, injury otot perinela atau adanya fistula antara kandung kemih dan vagina pada wanita dan kongenital atau kelainan neurologis.
Adalah kelanjutan dan tidak dapat diprediksikan keluarnya urine. Penyebabnya biasanya adalah injury sfinter eksternal pada laki-laki, injury otot perinela atau adanya fistula antara kandung kemih dan vagina pada wanita dan kongenital atau kelainan neurologis.
·
Stress inkontinensi
Ketidaksanggupan mengontrol keluarnya urine pada waktu tekanan abdomen meningkat contohnya batuk, tertawa karena ketidaksanggupan sfingter eksternal menutup.
Ketidaksanggupan mengontrol keluarnya urine pada waktu tekanan abdomen meningkat contohnya batuk, tertawa karena ketidaksanggupan sfingter eksternal menutup.
·
Urge inkontinensi
Terjadi pada waktu kebutuhan berkemih yang baik, tetapi tidak dapat ketoilet tepat pada waktunya. Disebabkan infeksi saluran kemih bagian bawah atau spasme kandung kemih.
Terjadi pada waktu kebutuhan berkemih yang baik, tetapi tidak dapat ketoilet tepat pada waktunya. Disebabkan infeksi saluran kemih bagian bawah atau spasme kandung kemih.
·
Fungisonal inkontinensi
Adalah involunter yang tidak dapat diprediksi keluarnya urine. Biasa didefinisikan sebagai inkontinensi persists karena secara fisik dan mental mengalami gangguan atau beberapa faktor lingkungan dalam persiapan untuk buang air kecil di kamar mandi.
Adalah involunter yang tidak dapat diprediksi keluarnya urine. Biasa didefinisikan sebagai inkontinensi persists karena secara fisik dan mental mengalami gangguan atau beberapa faktor lingkungan dalam persiapan untuk buang air kecil di kamar mandi.
·
Refleks inkontinensi
Adalah involunter keluarnya urine yang diprediksi intervalnya ketika ada reaksi volume kandung kemih penuh. Klien tidak dapat merasakan pengosongan kandung kemihnya penuh.
Adalah involunter keluarnya urine yang diprediksi intervalnya ketika ada reaksi volume kandung kemih penuh. Klien tidak dapat merasakan pengosongan kandung kemihnya penuh.
c.
Enuresis
·
Sering terjadi pada
anak-anak
· Umumnya terjadi pada
malam hari nocturnal enuresis
· Dapat terjadi satu kali
atau lebih dalam semalam.
Penyebab Enuresis
· Kapasitas kandung kemih
lebih besar dari normalnya.
· Anak-anak yang tidurnya
bersuara dan tanda-tanda dari indikasi dari keinginan berkemih tidak diketahui,
yang mengakibatkan terlambatnya bagun tidur untuk kekamar mandi.
· Kandung kemih irritable
dan seterusnya tidak dapat menampung urine dalam jumlah besar.
· Suasana emosional yang
tidak menyenangkan di rumah (misalnya persaingan dengan saudara kandung, cekcok
dengan orang tua). Orang tua yang mempunyai pendapat bahwa anaknya akan
mengatasi kebiasaannya tanpa dibantu untuk mendidiknya.
· Infeksi saluran kemih
atau perubahan fisik atau neurologi sistem perkemihan.
· Makanan yang banyak
mengandung garam dan mineral atau makanan pemedas
· Anak yang takut jalan
pada gang gelap untuk kekamar mandi.
Perubahan pola eliminasi urine
· Frekuensi
Normal, meningkatnya frekuensi berkemih, karena meningkatnya cairan. Frekuensi tinggi tanpa suatu tekanan intake cairan dapat diakibatkan karena cystitis. Frekuensi tinggi pada orang stress dan orang hamil. Canture / nokturia meningkatnya frekuensi berkemih pada malal hari, tetapi ini tidak akibat meningkatnya intake cairan
Normal, meningkatnya frekuensi berkemih, karena meningkatnya cairan. Frekuensi tinggi tanpa suatu tekanan intake cairan dapat diakibatkan karena cystitis. Frekuensi tinggi pada orang stress dan orang hamil. Canture / nokturia meningkatnya frekuensi berkemih pada malal hari, tetapi ini tidak akibat meningkatnya intake cairan
· Urgency
Adalah perasaan
seseorang untuk berkemih. Sering seseorang tergesa-gesa ke toilet takut
mengalami inkontinensi jika tidak berkemih. Pada umumnya anak kecil masih buruk
kemampuan mengontrol sfingter eksternal.
· Dysuria
Adanya rasa sakit atau
kesulitan dalam berkemih. Dapat terjadi karena : striktura urethra, infeksi
perkemihan, trauma pada kandung kemih dan urethra.
· Polyuria
Produksi urine abnormal
dalam jumlah besar oleh ginjal, seperti 2.500 ml/hari, tanpa adanya peningkatan
intake cairan. Dapat terjadi karena : DM, defisiensi ADH, penyakit ginjal
kronik. Tanda-tanda lain adalah : polydipsi, dehidrasi dan hilangnya berat
badan.
· Urinari suppresi
Adalah berhenti mendadak
produksi urine. Secara normnal urine diproduksi oleh ginjal secara terus
menerus pada kecepatan 60 – 120 ml/jam (720 – 1440 ml/hari) dewasa. Keadaan
dimana ginjal tidak memproduksi urine kurang dari 100 ml/hari disanuria.
Produksi urine abnormal dalam jumlah sedikit oleh ginjal disebut oliguria
misalnya 100 – 500 ml/hari. Penyebab anuria dan oliguria : penyakit ginjal,
kegagalan jantung, luka bakar dan shock.
2.6 Tindakan
Mengatasi Masalah Eliminasi Urine
a. Pengumpulan Urine untuk Bahan Pemeriksaan
a. Pengumpulan Urine untuk Bahan Pemeriksaan
Cara
pengambilan urine antara lain:
· Pengambilan urine byasa
Merupakan pengambilan urine dengan
mengeluarkan urine secara byasa, yaitu buang air kecil. Byasanya digunakan
untuk pemeriksaan kadar gula dalam urine, pemeriksaan kehamilan. Dll.
· Pengambilan urine steril
Merupakan pengambilan urine dengan
menggunakan alat steril. Dilakukan dengan katerisasiatau fungsi supra pubis
yang bertujuan mengetahui adanya infeksi pada uretra, ginjal, atau saluran
kemih lainnya.
· Pengambilanurine selama 24 jam
Merupakan pengambilan urine yang di
kumpulkan dalam waktu 24 jam. Bertujuan untuk mengetahui jumlah urine selama 24
jamdan mengukur berat jenis, asupan dan output, serta mengetahui fungsi ginjal.
Persiapan
alat dan bahan
1. Botol penampung beserta penutup
2. Etiket khusus
Prosedur
kerja ( untuk pasien mampu buang air kecil sendiri )
1. Cuci tangan
2. Memberitahu tindakan yang akan di
lakukan pada pasien
3. Untuk pasien yang tidak mampu buang
air kecil sendiri, maka bantu untuk buang air kecil kemudian tamping dalam
botol.
4. Bagi pasien yang mampu untuk buang
air kecil sendiri, maka anjurkan pasien untuk buang air kecil dan birkan urine
yang pertama keluar dahulu, kemudian anjurkan menampung urine kedalam botol.
5. Catat nama pasien, dan tanggal
pengambilan bahan pemeriksaan.
6. Cuci tangan
b.
Menolong
Buang Air Kecil dengan Menggunakan Urineal
Hal ini dilakukan untuk menampung
urine dan mengetahui kelainan dari urine ( warna dan jumlah )
Persiapan
alat dan bahan
1. Urineal
2. Pengalas
3. Tisu
Prosedur
kerja:
1. Cuci tangan
2. Memberitahu tindakan yang akan
dilakukan pada pasien
3. Pasang pengalas pada glutea
4. Lepas pakaian bawah pasien
5. Pasang urineal di bawah glutea/
pinggul atau di antara kedua paha.
6. Anjurkan pasien untuk berkemih
7. Merapikan alat
8. Cuci tangan
9. Menmdokumentasikan tindakan yang
dilakukan. Catat warna, dan jumlah produksi urine.
c. Melakukan kateterisasi
Katerisasi merupakan tindakan
memasukkan kateter kedalam kandung kemih melalui uretra untuk membantu memenuhi
kebutuhan eliminasi, sebagai pengambilan bahan pemeriksaan. Dalam
pelaksanaannya dibagi menjadi 2 type yaitu intermittent dan indwelling
Indikasi
Tipe
Intermitent
1. Tidak mampu berkemih 8-12 jam
setelah operasi
2. Retensi akut setelah trauma uretra
3. Tidak mampu berrkemih akibat obat
sedative atau analgesic
4. Cedera tulang belakang
5. Degenerasi neoromuskular secara
progresif
6. Untuk mengeluarkan urine residual
Tipe
Indwelling
1. Obstruksi aliran urine
2. Post op uretra dan struktur
disekitarnya
3. Obstruksi uretra
4. Inkontinensia dan disorientasi berat
Persiapan
alat dan bahan
1. Sarung tangan steril
2. Kateter steril
3. Duk steril
4. Minyak pelumas/jelly
5. Larutan pembersih antiseptic ( kapas
sublimat )
6. Spuit yang berisi cairan
7. Perlak dan alasnya
8. Pinset anatomi
9. Bengkok
10. Urineal bag
11. Sampiran
Prosedur
Kerja
1. Cuci tangan
2. Memberitahu tindakan yang akan
dilakukan pada pasien
3. Atur ruangan
4. Pasang perlak
5. Gunakan sarung tangan steril
6. Pasang duk steril
7. Bersihkan vulva dengan kapas
sublimat dari atas kebawah
8. Buka labia mayora dengan ibu jari
dan telunjuk tangan kiri. Bersihkan bagian dalam
9. Kateter diberi minyak pelumas/jelli
pada ujungnya, lalu asupan pelan-pelan sambil anjurkan untuk tarik napas.
10. Setelah selesai, isi balon dengan cairan akuades dengan
menggunakan spuit bila dipasang permanen
11. Sambung kateter dengan urineal bag dan fiksasi kea rah
samping
12. Merapikan alat
13. Cuci tangan
2.7 Kebutuhan eliminasi alvi ( Buang air
besar )
Sistem tubuh
berperan dalam proses eliminasi alvi (buang air besar) adalah sistem
gastrointestinal bawah yang meliputi usus halus dan usus besar.
2.8
Proses Buang Air Besar (Defekasi)
adalah proses pengosongan usus yang sering disebut buang air
besar. Terdapat dua pusat ang menguasai refleks untuk defekasi, yang terletak
di medula dan sumsum tulang belakang. Secara umum, terdapat dua macam
terdapat dua macam refleks yang membantu proses defekasi yaitu refleks defekasi
intrinsic dan refleks defekasi parasimpatis.
2.9 Gangguan /
Masalah Eliminasi Alvi
a. Konstipasi
Konstipasi merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko tinggi mengalami statis usus besar sehingga mengalami eliminasi yang jarang atau keras, serta tinja yang keluar jadi terlalu kering dan keras.
Konstipasi merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko tinggi mengalami statis usus besar sehingga mengalami eliminasi yang jarang atau keras, serta tinja yang keluar jadi terlalu kering dan keras.
b. Diare
Diare merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko sering mengalami pengeluaran feses dalam bentuk cair. Diare sering disertai kejang usus, mungkin ada rasa mula dan muntah
Diare merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko sering mengalami pengeluaran feses dalam bentuk cair. Diare sering disertai kejang usus, mungkin ada rasa mula dan muntah
c. Inkontinesia
usus
Inkontinesia usus merupakan keadaan individu yang mengalami perubahan kebiasaan dari proses defekasi normal, sehingga mengalami proses pengeluaran feses tidak disadari. Hal ini juga disebut sebagai inkontinensia alvi yang merupakan hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran feses dan gas melalui sphincter akibat kerusakan sphincter.
Inkontinesia usus merupakan keadaan individu yang mengalami perubahan kebiasaan dari proses defekasi normal, sehingga mengalami proses pengeluaran feses tidak disadari. Hal ini juga disebut sebagai inkontinensia alvi yang merupakan hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran feses dan gas melalui sphincter akibat kerusakan sphincter.
d. Kembung
Kembung merupakan keadaan penuh udara dalam perut karena pengumpulan gas berlebihan dalam lambung atau usus
Kembung merupakan keadaan penuh udara dalam perut karena pengumpulan gas berlebihan dalam lambung atau usus
e. Hemorroid
Hemorrhoid merupakan keadaan terjadinya pelebaran vena di daerah anus sebagai akibat peningkatan tekanan di daerah anus yang dapat disebabkan karena konstipasi, peregangan saat defekasi dan lain-lain
Hemorrhoid merupakan keadaan terjadinya pelebaran vena di daerah anus sebagai akibat peningkatan tekanan di daerah anus yang dapat disebabkan karena konstipasi, peregangan saat defekasi dan lain-lain
f. Fecal Impaction
Fecal impaction
merupakann massa feses karena dilipatan rektum yang diakibatkan oleh retensi
dan akumulasi materi feses yang berkepanjangan. Penyebab fecal impaction adalah
asupan kurang, aktivitas kurang, diet rendah serat, dan kelemahan tonus otot.
2.10 Faktor yang
Memengaruhi Proses Defekasi
a.
Usia
Setiap tahap perkembangan/usia memiliki kemampuan mengontrol proses defekasi yang berbeda.
Setiap tahap perkembangan/usia memiliki kemampuan mengontrol proses defekasi yang berbeda.
b.
Diet
Diet, pola atau jenis makanan yang dikonsumsi dapat memengaruhi proses defekasi. Makanan yang memiliki kandungan serat tinggi dapat membantu proses percepatan defekasi dan jumlah yang dikonsumsipun dapat memengaruhinya.
Diet, pola atau jenis makanan yang dikonsumsi dapat memengaruhi proses defekasi. Makanan yang memiliki kandungan serat tinggi dapat membantu proses percepatan defekasi dan jumlah yang dikonsumsipun dapat memengaruhinya.
c.
Asupan cairan
Pemasukana cairan yang kurang dalam tubuh membuat defekasi menjadi keras. Oleh karena itu, proses absopsi air yang kurang menyebabkan kesulitan proses defekasi.
Pemasukana cairan yang kurang dalam tubuh membuat defekasi menjadi keras. Oleh karena itu, proses absopsi air yang kurang menyebabkan kesulitan proses defekasi.
d. Aktivitas
Aktivitas dapat memengaruhi proses defekasi karena melalui aktivitas tonus otot abdomen, pelvis, dan diafragma dapat membantu kelancaran proses defekasi
Aktivitas dapat memengaruhi proses defekasi karena melalui aktivitas tonus otot abdomen, pelvis, dan diafragma dapat membantu kelancaran proses defekasi
e. Pengobatan
Pengobatan juga dapat memengaruhinya proses defekasi, seperti penggunaan laksantif, atau antasida yang terlalu sering.
Pengobatan juga dapat memengaruhinya proses defekasi, seperti penggunaan laksantif, atau antasida yang terlalu sering.
f. Gaya hidup
Kebiasaan atau gaya hidup dapat memengaruhi proses defekasi. Hal ini dapat terlihat pada seseorang yang memiliki gaya hidup sehat/ kebiasaan melakukan buang air besar di tempat yang bersih atau toilet, etika seseorang tersebut buang air besar di tempat terbuka atau tempat kotor, maka akan mengalami kesulitan dalam proses defekasi.
Kebiasaan atau gaya hidup dapat memengaruhi proses defekasi. Hal ini dapat terlihat pada seseorang yang memiliki gaya hidup sehat/ kebiasaan melakukan buang air besar di tempat yang bersih atau toilet, etika seseorang tersebut buang air besar di tempat terbuka atau tempat kotor, maka akan mengalami kesulitan dalam proses defekasi.
h. Penyakit
Beberapa penyakit dapat memengaruhi proses defekasi, biasanya penyakit-penyakit tersebut berhubungan langsung dengan system pencernaan, seperti gastroenteristis atau penyakit infeksi lainnya.
Beberapa penyakit dapat memengaruhi proses defekasi, biasanya penyakit-penyakit tersebut berhubungan langsung dengan system pencernaan, seperti gastroenteristis atau penyakit infeksi lainnya.
i. Nyeri
Adanya nyeri dapat memengaruhi kemampuan / keinginan untuk defekasi seperti nyeri pada kasus hemorrhoid atau episiotomi
Adanya nyeri dapat memengaruhi kemampuan / keinginan untuk defekasi seperti nyeri pada kasus hemorrhoid atau episiotomi
j. Kerusakan sensoris dan motoris
Kerusakan pada system sensoris dan motoris dapat memengaruhi proses defekasi karena dapat menimbulkan proses penurunan stimulasi sensoris dalam melakukan defekasi.
Kerusakan pada system sensoris dan motoris dapat memengaruhi proses defekasi karena dapat menimbulkan proses penurunan stimulasi sensoris dalam melakukan defekasi.
2.11
Tindakan Mengatasi Masalah Eliminasi Alvi (Buang Air
Besar)
a.
Menyiapkan feses untuk bahan pemeriksaan
b.
Membantu pasien
buang air besar dengan pispot
c.
Memberikan
huknah rendah
d.
Memberikan
huknah tinggi
e.
Memberikan
gliserin
f. Mengeluarkan feses dengan jari
0 komentar:
Posting Komentar